Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah
lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industry perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus
terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan
sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.
Menurut seorang anggota Komisi
XI DPR RI, Kemal Stamboel, dalam rapat yang digelar Panitia Khusu (Pansus)
Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK bersama Menteri Keuangan dan Kementerian
Hukum dan HAM, Selasa malam (25/10/2011), telah disepakati komitmen untuk
mengesahkan RUU OJK menjadi UU dalam waktu dekat.
“Seluruh
fraksi-fraksi dalam Pansus dan Pemerintah semalam sudah menerima seluruh hasil
pembahasan RUU untuk disahkan dalam rapat paripurna, bahkan Badan Musyawarah
DPR telah mengalokasikan waktu untuk Rapat Paripurna Kamis (27/10/2011) nanti," katanya. Ia mengaku DPR dan
pemerintah telah memastikan OJK bakal menjadi sebuah institusi yang memiliki
akuntabilitas, transparansi, dan memiliki governance yang baik.
"RUU
OJK telah memberi ruang untuk koordinasi dan pengambilan keputusan di antara otoritas
terutama ketika terjadi krisis secara cepat," kata Kemal. Diharapkan OJK
nantinya bisa menjadi lembaga yang mampu memitigasi risiko krisis di tengah
kondisi perekonomian global yang semakin tidak stabil dan rentan. Karenanya, ia
berujar, harus dipastikan Dewan Komisioner OJK memiliki integritas tinggi.
UU OJK sudah diwacanakan sejak
tahun 2003. Rencananya Dewan Komisioner yang berasal dari sejumlah unsur
lembaga keuangan dan masyarakat bakal memimpin OJK. Ketika OJK berdiri nanti,
rencananya Bapepam LK yang selama ini berada di bawah Kemetrian Keuangan bakal dilebur ke dalam lembaga
itu. Fungsi BI sebagai pengawas perbankan juga akan beralih ke OJK. Khusus
untuk BI, transisi pengawasan akan dilakukan dari awal 2013.
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan
Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah,
yakni :
·
Sistem keuangan dan
seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi
berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu
komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
·
Terjadinya proses
globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi
informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat
kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal
produk maupun kelembagaan.
·
Adanya lembaga jasa
keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan
(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga
jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
·
Banyaknya permasalahan
lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard,
belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan.
Sejak berlakunya Undang-Undang (UU)
Nomor 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 22 November 2011,
terlihat bahwa Indonesia akan bergeser dalam menerapkan model pengawasan
terhadap industri keuangannya. Sesuai dengan Pasal 5 UU No 21/2011, terlihat
bahwa OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.
Terlihat bahwa melalui Pasal 5
tersebut Indonesia akan menerapkan model pengawasan secara terintegrasi (integration
approach), yang berarti akan meninggalkan model pengawasan secara
institusional. Dengan diberlakukannya UU No. 21/2011 ini, maka seluruh fungsi
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor keuangan yang kini masih tersebar di
BI dan Bapepam-LK akan menyatu ke dalam OJK.
Model pengawasan sektor keuangan
telah ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah,dan akhirnya pilihan jatuh pada sistem
OJK. Oleh karenanya, tidak pada tempatnya lagi kita memperdebatkan keberadaan
OJK. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana agar OJK bisa bekerja dan
menjalankan fungsinya dengan baik. Kita melihat bahwa tantangan yang akan
dihadapi OJK ini tidak ringan, sekalipun nantinya akan didukung oleh SDM dan
sistem yang berasal dari institusi yang berpengalaman (BI dan Bapepam-LK).
Tak dapat dipungkiri bahwa
kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap efektivitas OJK ini memang masih ada.
Oleh karenanya, salah satu hal penting yang harus kita letakkan adalah
bagaimana membangun kepercayaan (trust) bahwa OJK ini akan mampu menjalankan
perannya secara baik.
Salah satu faktor yang harus
dipenuhi untuk mewujudkan trust ini adalah dengan menempatkan orang-orang
profesional yang memiliki kapabilitas, reputasi, integritas yang baik, serta
memperoleh dukungan kuat dari stakeholders (BI,Pemerintah, dan DPR) sebagai
anggota Dewan Komisioner OJK (DK OJK).
Semestinya, mereka yang akan
duduk sebagai DK OJK adalah orang yang memiliki pengalaman dan pemahaman yang
kuat, tidak hanya di tingkat microprudential (industri keuangan terkait),
tetapi juga di tingkat macroprudential (relasi industri keuangan dengan
stabilitas makro, fiskal, dan moneter). Saya berpendapat bahwa pertaruhan OJK
ini sangat besar. Bila kita gagal membangun kepercayaan, kredibilitas OJK bisa
jatuh.
Dan bila telah jatuh, upaya
membangunnya kembali akan sulit. Oleh karenanya, jangan bermain api dengan
masalah trust ini, dengan menempatkan orang-orang yang tidak tepat di OJK.
Ø Fungsi OJK adalah:
1.
Mengawasi aturan main
yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan.
2.
Menjaga stabilitas
sistem keuangan.
3.
Melakukan pengawasan
non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang.
4.
Pengawasan bank keluar
dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru.
Ø Tujuan dalam pembentukan OJK:
1.
Untuk mencapainya, BI
dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan
transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang
perekonomian.
2.
Mengatasi kompleksitas
keuangan global dari ancaman krisis.
3.
Menciptakan satu
otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang
mencukupi.
Ø OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Perbankan;
2.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Pasar Modal; dan
3.
Kegiatan jasa keuangan
di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa
Keuangan Lainnya.
Adapun tujuan
utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan
publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan
di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang
jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun
sasaran akhirnya adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun
1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.
Sumber
http://suar.okezone.com/read/2012/02/21/279/579417/279/mewujudkan-otoritas-jasa-keuangan-yang-efektif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar