“Investor hendaknya
mempertimbangkan sejauh mana potensi investasinya itu mampu mendongkrak
kesejahteraan banyak orang sehingga membantu mekanisme kemiskinan.”
Investasi adalah salah satu metode
pengelolaan uang atau harta kekayaan lainnya yang menggiurkan untuk meraup
untung. Ada banyak jenis investasi, mulai dari sector perdagangan, industry,
pertanian, hingga investasi kecil-kecilan berbasis rumah tangga. Tetapi, tidak
semua bentuk investasi juga memberikan
rasa nyaman. Baik dari aspek jaminan keamanan investasi ataupun ditinjau dari
aspek kehalalannya.
Kasus penipuan yang marak
belakangan ini, terkait investasi dengan iming-iming untung cepat dan segunung,
menyiksakan peringatan sekaligus pertanyaan. Pesannya, agar lebih berhati-hati
terhadap tawaran berinvestasi. Pertanyaannya, apa dan bagaimanakah investasi
yang baik menurut syariat?
Hasan Ali Shalil Batran, dalam buku
yang berjudul Dhawabith Huriyat al-Islami,
menjelaskan bagaimana seorang Muslim menginvestasikan hartanya sesuai
dengan tuntunan syariat. Dalam buku yang meruoakan tesis untu memperoleh gelar
magister di Universitas Yarmuk, Yordania, itu dijelaskan beberapa standard dan
rambu-rambu berinvestasi yang baik.
Investasi, dalam kajian fikih
klasik, diistilahkan dengan tatsmir. Yaitu,
mengelola harta kekayaan untuk mengambil manfaat yang lebih besar. Investasi
diperbolehkan dalam islam dengan beberapa tujuan, antara lain, berbagi manfaat
antara sesame Muslim, menjaga pokok harta (ish
al maal), dan merealisasikan untung. Lantas apa saja yang mesti
diperhatikan sebelum memutuskan untuk berinvestasi?
Hasan kembali menjelaskan, hal
pertama yang patut diperhatikan bagi investor Muslim ialah kepatutan bisnis yang
dijadikan objek investasi terhadap prinsip-prinsip syariah. Perhatikan apakah
ada unsur keharaman atau tidak.
Hadis dari Abu Abdilla Nu’man bin
Basyir mengatakan, pentingnya memerhatikan halal haram tersebut,”Sesungguhnya
yang halal itu jelas dan yang haram itun jelas. Di antara keduanya terdapat
perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang
banyak. Maka, siapa yang takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan
agama dan kehormatannya. (HR. Bukhari Muslim).
Berikutnya, bagi investor hendaknya
mempertimbangkan sejauh mana potensi investasinya itu mampu mendongkrak
kesejahteraan banyak orang. Dengan demikian, bisnis yang dijalankan melalui
investasinya itu dapat membantu menekan angka kemiskinan. Dan, mendorong terjadinya
pemerataan kekayaan. Prinsip ini sejalan dengan semangat saling menjamin
antarasesama Muslim (takaful al ajtimab),
Allah SWT berfirman, "Supaya harta itu jangan beredar di antara orang
orang- kaya saja di antara kamu." (QS. al-Hasyr [59] : 7).
Karenanya, langkah selanjutnya yang
kalah penting ialah mempertimbangkan apaka bisnis yang dijalankan kelak selain
mendatangkan keuntungan, juga akan memberikan manfaat nyata bagi kelangsungan
hidup manusia. Bukan hanya bisnis-bisnis yang tidak jelas.
Hasan juga menekankan pentingnya
kemampuan produksi dan manajemen pengelolaan bisnis yang menjadi objek
investasi. Baik dari segi pendanaan ataupun manajerial mulai dari administrasi
sehari-hari, biaya operasi, hingga teknis pemasaran dan penjualan praduksi.
Selain itu pula, ia menekakan agar investasi bisa mencapai target dan tujuan
kehadiran ekonomi syariah.
Risiko sebuah investasi juga
diingatkan oleh Hasan. Dalam berinvestasi perlu menerapkan strategi jitu untuk
meminimalisasi risiko kegagalan. Kematangan rencana sangat diperlukan. Hal ini
sesuai dengan prinsip dalan syariat yang mengajarkan tidak ada prinsip bahaya
dan membahayakan (Ia dhara wala dhirar). Untuk
mendukung perencanaan itu, ia menyarankan pula agar dilangsungkan studi dan
kajian mendalam. Termasuk, mengkaji sejauh mana investasi yang dijalankan dapat
berkontribusi membangun tatanan masyarakat Muslim yang beretika. (sumber: REPUBLIKA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar